MENARIK

Kamis, 03 Maret 2011

ABG Diculik dan Dijadikan PSK di Malaysia

SANGGAU, SELASA — Susi, gadis belia asal Lampung yang menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking), mengaku dendam pada sindikat yang menculik dan menjadikannya pekerja seks di Malaysia. Susi yang baru berumur 15 tahun, tetapi terlihat lebih tua ketimbang usianya, kini dalam pengamanan Polres Sanggau.

Ia tak kuasa menahan air mata saat menuturkan kisah pedih yang ia alami, ketika ditemui Tribun di ruang Satreskrim, Selasa (23/12). Ia mengatakan tidak mau pulang ke kampung halaman sebelum kasus yang menimpanya terungkap. Karena itu, ia siap bersaksi di pengadilan untuk menjerat beberapa anggota sindikat yang sudah ditahan oleh Polres Sanggau.

Susi, yang kemarin mengenakan kerudung warna pink, diculik dan dibius saat hendak ke sekolah, April 2008, di Lampung. Ia baru tersadar saat sudah berada di Bandara Supadio Pontianak. Ia kemudian dibawa ke Kuching, Malaysia, dan menjadi pekerja seks komersial (PSK).

Pada Agustus 2008, Polisi Di Raja Malaysia (PDRM) menggerebek lokasi penampungan Susi dan membebaskan gadis malang ini. Setelah ditampung di Konsulat Indonesia di Kuching selama sebulan, ia lalu dibawa ke Sanggau.

Tim gabungan dari Polsek Entikong, Polres Sanggau, dan Polda Kalbar kemudian melakukan pengejaran terhadap sindikat yang memperdagangkan Susi. Mereka melakukan pengejaran di beberapa kota, termasuk Singkawang dan Pontianak.

Pada 3 Desember lalu, tim gabungan membekuk Chong Kum Seng (50) alias Kam Seng, warga Perak, Malaysia, di Bandara Supadio. Saat itu, Kam Seng hendak melarikan diri ke Jakarta.

Selain Kam Seng, juga ditangkap Nurdin (39), warga Sungai Sengkuang, Sanggau. Pelaku perdagangan manusia transnasional itu masih mendekam di sel tahanan Rutan Kelas II B Sanggau, Selasa.

Susi mengaku dendam pada kelompok yang menculiknya, dan kemudian menjadikannya PSK. "Saya tidak mau pulang jika Kam Seng dan seluruh jaringannya belum tertangkap dan diadili," ujarnya.

Susi, murid kelas dua SMP Alikma di Lampung, mengaku diculik sekitar April lalu saat ia hendak berangkat ke sekolahnya sekitar pukul 07.00 WIB. Ia berangkat dari rumahnya bersama temannya, Siti (12).

Namun, karena motor yang mereka tumpangi mengalami kerusakan, ia memutuskan menggunakan bus untuk berangkat ke sekolah. "Saat saya menunggu bus, tiba-tiba ada lima pria bertopeng keluar dari mobil Kijang hitam, langsung menyekap saya," katanya mengenang saat penculikannya.

Ia mengaku saat diculik sempat dibius oleh penculik. "Saya sempat berontak. Namun saya tidak kuat karena tangan dan kaki saya diikat, mulut dan wajah saya juga ditutup menggunakan kain, dan saya sempat disuntik juga di tangan kiri dua kali," ujarnya. Susi mengaku baru sadarkan diri saat berada di Bandara Supadio, Pontianak.

"Saya lihat di dalam tas saya ada beberapa helai pakaian dan tiket pesawat Batavia. Sampai di Pontianak, saya langsung dibawa ke Malaysia oleh orang yang tidak saya kenal," katanya. Di Malaysia ia dipekerjakan sebagai PSK, pada rumah bordil yang dikelola perempuan bernama Helen.

"Saat kegadisan saya direnggut, tamu itu membayar Helen RM 5.000," tuturnya.
Ia mengungkapkan, dalam 24 jam dirinya diwajibkan melayani 15 tamu mata keranjang. "Kalau tidak mau, biasanya saya diterjang dan dipukul serta dicambuk," ucapnya dengan  berlinang air mata.

Selain melayani tamu, Susi juga sering dipaksa untuk mengonsumsi narkoba.
"Kami di sana sekitar 200 orang, semuanya jadi PSK. Cuma saya sendiri yang menolak, rata-rata mereka dari Bandung dan Indramayu," katanya.

Ia ditolong oleh polisi Malaysia yang melakukan penggerebekan di tempat tinggal mereka. "Pertama saya hubungi polisi di Lampung yang nomor teleponnya masih saya ingat, kemudian mereka memberikan nomor telepon konsulat. Saya langsung menelepon konsulat, dan mereka menyarankan menelepon polisi Malaysia," katanya.

Susi akhirnya dibawa ke Konsulat Indonesia untuk dibawa pulang ke Indonesia. "Di konsulat, saya sempat satu bulan lebih, dan semenjak tanggal 21 Agustus lalu saya sudah di Indonesia," katanya

Tidak ada komentar :

Posting Komentar